Sabtu, 07 April 2012

EVALUASI PEMBELAJARAN



A.    Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan membandingkan  hasilnya dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Nana Sudjana (1998) menjelaskan bahwa evaluasi pada dasarnya memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan criteria tertentuu. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Tahap evaluasi ini dilakukan untuk  menilai pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1.    Mengajukan pertanyaan kepada siswa, baik pertanyaan dalam bentuk lisan maupun pertanyaan dalam bentuk tulisan. Pertanyaan yang akan diajukan bersumber dari materi yang telah disampaikan sebelumnya. Untuk mengetahui berhasil tidaknya penyampaian materi, dapat dilihat dari bisa tidaknya siswa menjawab pertanyaan guru. Oleh karena itu, jenis ini digunakan untuk mengukur ketuntasan belajar siswa yang telah mencapai taraf penguasaan sekurang-kurangnya 75% dari tujuan yang direncanakan.
2.    Jika pertanyaan yang diajukan oleh guru belum dapat dijawab oleh siswa (kurang dari 75%), guru perlu mengulangi kembali bagian materi yang belum dikuasai siswa sampai siswa betul-betul mengerti.
3.    Untuk memperkaya pengetahuan siswa, guru dapat memberi pekerjaan rumah (PR) yang berhubungan debgan materi yang telah disampaikan.
4.    Ingatkan siswa waktu pembelajaran berikutnya, pokok-pokok materi yang telah dipelajari, dan tugas yang perlu disiapkan untuk pertemuan selanjutnya.


B.    Kegunaan Evaluasi
Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) evaluasi hasil belajar siswa dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan. Lebih rinci, M. Sobry Sutikno (2005) menyebutkan di antara kegunaan evaluasi adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu;
2.    Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya;
3.    Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar;
4.    Bahan pertimbangan bagi bimbingan individual siswa;
5.    Membuat diagnosis mengenai kelemahan- kelemahan dan kemampuan siswa;
6.    Bahan pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum;
7.    Mengetahui status akademis seseorang siswa dalam kelompok;
8.    Mengetahui efisiensi metode mengajar yang digunakan;
9.    Memberikan laporan kepada siswa dan orang tua;
10.    Sebagai alat motivasi belajar mengajar;
11.    Mengetahui keefektifan cara belajar dan mengajar apakah yang telah dilakukan guru benar-benar tepat atau tidak baik yang berkenaan dengan sikap guru maupun sikap siswa;
12.    Merupakan bahan feed back bagi siswa, guru dan program pengajaran.

C.    Syarat – syarat Umum Evaluasi
Syarat- syarat umum evaluasi adalah sebagai berikut:
1.    Validasi. Penilaian harus benar- benar mengukur apa yang hendak diukur. Misalnya, barometer adalah alat pengukur tekanan udara dan tidak tepat bila digunakan untuk mengukur temperatur udara. Demikian pula suatu tes memiliki suatu validitas bila tes itu benar- benar mengukur hal yang hendak dicapai.
2.    Reliabilitas. Suatu alat evaluasi memiliki relialibilitas bila menunjukkan ketetapan hasilnya. Dengan kata lain, orang yang akan dites  itu akan mendapat skor yang sama bila dites itu akan mendapat skor yang sama bila dites kembali dengan alat uji yang sama.
3.    Objektivitas. Suatu alat evaluasi harus benar- benar mengukur apa yang diukur, tanpa adanya interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan alat evaluasi itu. Guru harus menilai siswa dengan kriteria yang sama bagi setiap pekerjaan tanpa membeda-bedakan si A atau si B dan seterusnya.
4.    Efisiensi. Suatu alat evaluasi sedapat mungkin dipergunakan tanpa membuang waktu dan uang yang banyak.
5.    Kegunaan / kepraktisan. Evaluasi harus berguna. Untuk memperoleh keterangan tentang siswa, sehingga guru dapat memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi para siswanya.

D.    Syarat dan Petunjuk dalam Menyusun Tes/ Alat Evaluasi
Membuat tes/ alat  tidak mudah  sebab tes merupakan alat untuk melihat perubahan kemampuan dan tingkah laku siswa setelah ia menerima materi pelajaran. Alat evaluasi yang salah, akan menggambarkan kemampuan dan tingkah laku yang salah pula. Oleh karena itu, teknik penyusunan alat evaluasi sangat penting untuk dipertimbangkan agar diperoleh hasil yang obyektif.
Dalam menyusun tes/ alat evaluasi, ada beberapa syarat dan petunjuk yang perlu diperhatikan, berikut ini:
1.    Pendidik harus menetapkan dulu segi- segi apa yang akan dinilai sehingga betul-betul terbatas serta dapat memberi  petunjuk bagaimana dan dengan alat apa segi terbatas dapat kita nilai.
2.    Pendidik harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul valid dan reliable yang berarti tarap ketetapan dan ketetapan tes dengan aspek yang akan dinilai.
3.    Penilaian harus obyektif yang artinya yang artinya menilai prestasi siswa apa adanya.
4.    Hasil penilaian tersebut harus betul-betul diolah dengan telitu sehingga dapat ditafsirkan berdasarkan criteria yang berlaku.
5.    Alat evaluasi yang dibuat hendaknya mengandung unsur diagnosis yang artinya dapat dijadikan bahan untuk mencari kelemahan siswa belajar dan pendidik mengajar.

E.    Teknik evaluasi
Pada umumnya, ada dua teknik evaluasi, yaitu dengan menggunakan tes dan non tes.
1.    Tes
a.    Pengertian Tes
Tes adalah alat pengukuran berupa pertanyaan, perintah, dan petunjuk yang ditujukan kepada tes tee untuk mendapatkan respon sesuai dengan petunjuk.
Tes seharusnya memungkinkan pendidik memperoleh data tentang kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Suatu tes dapat berupa hasil karya siswa, seperti; makalah, tes ejaan, hasil seni, atau juga rekaman prilaku siswa yang dapat diamati, seperti; kemampuan siswa menyanyikan suatu lagu, berpidato dan melempar bola. Bentuk suatu tes apakah tes itu mengungkapakan hasil atau prilaku, bergantung pada tujuan yang telah ditentukan pendidik.
b.    Macam-macam tes
Ditinjau dari pengukurannya, secara umum tes dibagi dua, yaitu tes kepribadian (personality test) dan tes hasil belajar (achievement test) yang termasuk dalam tes kepribadian dan banyak digunakan dalam pendidikan ialah sebagai berikut:  (1)  Pengukuran sikap; (2)  Pengukuran minat; (3)  Pengukuran bakat; (4) tes intelegensi.
c.    Jenis Tes
Jika ditinjau dari fungsinya, maka tes dibagi atas 4 jenis tes berikut ini:
•    Tes penempatan (Placement Test)
    Tes jenis ini disajikan pada awal tahun pelajaran untuk mengukur kesiapan siswa dan mengetahui tingkat pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan pelajaran yang akan disajikan. Dengan demikian, siswa dapat ditempatkan pada kelompok yang sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki. Tentu saja, hal ini berlaku untuk system klasikal seperti yang dilaksanakan di Indonesia. Tes ini hanya dapat diterapkan pada sekolah yang menggunakan system individual. Tes ini biasanya disusun dengan dengan ruang lingkup yang luas dan tingkat kesukaran yang dimiliki bervariasi agar antara siswa yang telah dan yang belum menguasai pelajaran dapat dibedakan.
•    Tes Formatif ( Formative Test)
        Tes formatif disajikan di tengah program pendidikan untuk memantau kemajuan belajar siswa dan pendidik. Berdasarkan hasil tes itu pendidik dan siswa dapat mengetahui apa yang masih perlu dijelaskan kembali agar siswa dapat menguasai materi pelajaran lebih baik. Siswa dapat mengetahui materi pelajaran mana yang masih belum dikuasainya agar dapat mengupayakan perbaikannya. Pendidik dapat melihat bagian mana yang umumnya belum dikuasai siswa sehingga dapat mengupayakan penjelasan yang lebih baik dan luas dapat menguasai bahan.
•    Tes Diagnostik (Diagnostic Tes)
        Tes diagnostik bertujuan mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya. Sepintas lalu, tes ini tampak seperti tes formatif, namun penyusunannya sangat berbeda dengan tes formatif atau jenis tes lainnya. Karena tujuannya untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa, pendidik harus terlebih dahulu mengetahui bagian mana dari pendidikan yang memberikan kesulitan belajar pada siswa. Hal itu berarti bahan tes formatif harus disajikan terlebih dahulu  untuk mengetahui ada tidaknya bagian yang belum dikuasai siswa, butir- butir soal yang lebih memusat pada bagian itu dapat dibuat sehingga dapat dipakai untuk mendeteksi bagian-bagian pokok bahasan atau subpokok bahasan yang belum dikuasai untuk selanjutnya dibuatkan beberapa soal yang tingkat kesukaran yang relative rendah. Tujuannya adalah agar dapat diperoleh informasi bahwa unit tertentu belum dikuasai sehingga soalnya tidak dapat dijawab meskipun soal-soal itu umumnya mudah. Atas dasar informasi semacam ini, pendidik dapat mengupayakan perbaikannya.
•    Tes Sumatif (Summative Test)
Jenis tes ini biasanya diberikan pada akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan meskipun maknanya telah diperluas untuk dipakai pada tes akhir caturwulan atau semester. Oleh karena itu, tes ini dimaksudkan untuk memberikan nilai yang menjadi dasar penentuan kelulusan dan/ atau pemberian sertifikat bagi yang telah menyelesaikan pelajaran dengan hasil baik. Karena umumnya merupakan tes akhir tahun atau akhir jenjang pendidikan, ruang lingkupnya pun sangat luas meliputi seluruh badan yang telah disajikan sepanjang tahun atau sepanjang jenjang pendidikan. Tingkat kesukaran soalnya pun bervariasi.
d.    Bentuk Tes
Ditinjau dari bentuknya, tes terbagi atas tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
1)    Tes Tertulis (Written Test)
Tes tertulis ialah tes yang soal dan jawaban diberikan oleh siswa berupa bahasa tertulis. Kelebihannya adalah dapat mengukur kemampuan siswa dalam jumlah yang besar, dalam tempat yang terpisah, dan dalam waktu yang sama.
Disamping terdapat kelebihan, juga terdapat kelemahan atau kekurangan antara lain jika tidak menggunakan bahasa yang tegas dan lugas, hal itu dapat mengundang pengertian ganda yang berakibat kesalahan dalam pemasukan data dan dalm mengambil kesimpulan jawaban soal. Secara umum tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a)    Tes Esai
Tes esai dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh tes obyektif. Tes esai juga sering disebut tes uraian karena menuntut anak untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara tersendiri. Oleh sebab itu, jawaban setiap anak, terutama dalam bentuk, teknik, dan gayanya, berbeda satu sama lain. Tes esai dapat dibedakan menjadi dua bentuk  yaitu Tes uraian bentuk bebas dan tes uraian terbatas.
b)    Tes Obyektif
Tes obyektif ialah tes tulis yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia sehingga siswa menampilkan keseragaman data, baik bagi yang menjawab benar maupun mereka yang menjawab salah. Tes obyektif menuntut siswa untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pertanyaan yang belum sempurna. Tes obyektif sangat cocok untuk mengevaluasi kemampuan yang menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi, seperti kemampuan mengingat kembali, kemampuan mengenal kembali, kemampuan pengertian, dan kemampuan mengaplilikasikan prinsip-prinsip. Ada dua macam tes  obyektif, yaitu free response item dan fixed-respon item.
c)    Menjodohkan (Matching)
Tes bentuk menjodohkan terdiri atas dua macam kolom parallel, setiap kolom berisi pernyataan yang satu menempati posisi sebagai soal dan satunya sebagai jawaban, kemudian siswa diminta untuk menjodohkan kesesuaian antar dua pernyataan tersebut. Tes ini sering digunakan untuk mengukur informasi fakta, pengertian, hubungan, dan symbol tertentu.
d)    Latihan penyusunan ( Rearrangement Exercises)
Rearrangement exercises adalah bentuk tes berupa rangkaian kalimat utuh dan benar, kemudian diceritakan secara tidak beraturan sehingga bentuk aslinya sulit dikenali. Siswa dimintai menyusun kembali sesuai dengan urutan yang benar.

2)    Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan adalah tes soal dan jawabannya menggunakan lisan. Siswa akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan perintah yang diberikan.
Kelebihan Tes Lisan:
•    Tidak perlu menyusun soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok permasalahannya.
•    Dapat mengetahui langsung kemampuan siswa dalam mengungkapkan pendapatnya secara lisan.
•    Jika siswa belum jelas dengan pertanyaan  yang diajukan, dapat mengubah pertanyaan sehingga dapat dimengerti oleh siswa.
•    Dapat mengetahui secara langsung hasil tes.

Kelemahan Tes Lisan:
•    Tes ini menyita waktu yang cukup banyak.
•    Keadaan emosional siswa sangat dipengaruhi olehh kehadiran pribadi pendidik yang dihadapinya.
•    Kebebasan siswa untuk menjawab pertanyaan menjadi berkurang, sebab seringkali memotong jawaban sebelum pemiliknya dituangkan secara keseluruhan.
•    Factor subyektivitas akan muncul jika dalam suasana ujian lisan itu hanya ada seorang penguji dan seorang siswa.
•    Pertanyaan yang diajukan kepada siswa sering tidak sama jumlah dan tingkat kesukarannya.
•    Dalam memberi penilaian, sering dipengaruhi oleh kepribadian siswa.

3)    Tes Perbuatan atau Tindakan (Performance Test)
Tes perbuatan atau tindakan ialah tes di mana jawaban yang dituntut dari siswa berupa tindakan dan tingkah laku konkrit. Observasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tes perbuatan atau tindakan.
Kelebihan Tes Tindakan/ Perbuatan
•    Sangat cocok untuk mengukur aspek psikomotor.
•    Pendidik dapat mengetahui dengan jelas aplikasi dari teori yang telah disampaikan berupa tindakan atau perbuatan.

Kelemahan Tes Tindakan/ Perbuatan
•    Membutuhkan waktu yang lama
•    Apabila perintah tidak jelas, perbuatan akan muncul tidak sesuai seperti yang diharapkan.
2.    Non Tes
Teknis non tes, merupakan cara  pengumpulan data tidak menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur, dan tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Teknik ini hanya bersifat mendeskripsikan atau memberikan gambaran, hasilnya adalah suatu deskripsi atau gambaran. Terhadap gambaran- gambaran yang peroleh dapat dibuat interpretasi, penyimpulan-penyimpulan bahkan dengan kualifikasi tertentu.
Yang termasuk teknik non tes, seperti: observasi, wawancara, skala sikap, angket, check list, dan training scale.
1.    Observasi
Secara umum, observasi dapat diartikan sebagai penghimpunan bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatata secara sistematis terhadap berbagai fenomena yang dijadikan objek pengamatan. Untuk melaksanakan observasi bisa dilakukan secara langsung oleh observer ( observasi langsung), bisa melalui perwakilan atau perantara, baik teknik maupun alat tertentu ( observasi tidak langsung), dan bisa juga dilakukan observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang teliti.
Dilihat dari kerangka kerja, observasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a.    Observasi berstruktur. Semua aktivitas petugas observasi telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi factor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas.
b.    Observasi tak berstruktur. Semua aktivitas petugas observasi hanya dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti. Kegiatan petugas observasi hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
2.    Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.
Tujuan wawancara ialah (a) untuk memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu, (b) untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah, dan (c) untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
Ada dua macam wawancara, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Wawancara langsung adalah pertanyaan diberikan kepada responden dan meminta informasi tentang dirinya. Wawancara tidak langsung , pertanyaan diberikan kepada responden dan minta informansi tentang orang lain yang mempunyai ikatan dengan dia.
Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan.
a.    Wawancara terpimpin yang dikenal dengan wawancara berstruktur;
b.    Wawancara tidak terpimpin yang dikenal dengan wawancara bebas.

3.    Skala Sikap
Skala sikap merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai sikap suatu objek. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari. Sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa obyek-obyek tertentu.
Untuk mengukur sikap, dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert ini, yaitu bentuk pernyataan positif untuk mengukur sikap positif dan bentuk pernyataan negative untuk mengukur sikap negative.
Pengukuran skala sikap berbentuk pernyataan positive diberi skor 5, 4, 3, 2, 1 sedangkan bentuk pernyataan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2, -1, 0, 1, dan 2. Bentuk jawaban skala Likert ialah sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

4.    Check List
Suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan diamati disebut check list (daftar cek). Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam dalam daftar cek, kemudian observer tinggal memberikan tanda cek (V) pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.

5.    Ranting Scale
Ranting Scale tidak hanya untuk mengukur sikap tetapi dapat juga untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status ekonomi, pengetahuan, dan kemampuan. Yang paling penting dalam ranting scale adalah kemampuan menerjemahkan alternative jawaban yang dipilih responden. Misalnya, respoden memilih jawaban angka 3, tetapi angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama dengan angka 3 bagi orang lain yang juga memilih jawaban angka 3.
Dalam ranting scale fenomena-fenomena yang akan di observasi itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, ranting scale tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variabel tertentu, tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingiin mengukurnya.

6.    Angket
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atu informasi, sikap dan faham dalam hubungan kasual. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara. Dalam wawancara, pewawancara berhadapan langsung dengan responden atau siswa, sedangkan dengan angket, dilaksanakan secara tertulis dan penilaian hasil belajar akan jauh lebih praktis, hemat waktu dan tenaga.
Ada dua bentuk angket, yaitu:
a.    Angket berstruktur, yaitu dengn menyediakan kemungkinan jawaban.
b.    Angket takberstruktur, yaitu bentuk angket yang memberikan jawaban secara terbuka yang respondennya secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.
Angket dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu (1) bersifat lansung, yaitu menanyakan diri responden; dan (2) bersifat tidak langsung, yaitu menanyakan orang lain yang ada hubungannya dengan responden.

F.    Sistem Evaluasi/ Penilaian Hasil Belajar
Untuk mempermudah dalam menentukan posisi siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi pelajaran, maka ada dua system penilaian hasil belajar yang bisa dipakai oleh guru, sebagai berikut:
1.    Kriteria Penilaian Acuan Normatif (PAN)
Penilaian acuan normative (PAN) digunakan apabila penilaian hasil belajar siswa ditujukan untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya. Apakah ini termasuk siswa yang tergolong pandai, sedang atau kurang setelah hasilnya dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya. Jadi patokan yang yang digunakan dalam menilai prestasi siswa selalu dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membedakan siswa atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan mulai dari terendah sampai tingkat tertinggi.
    PAN ini cocok digunakan untuk keperluan seleksi, untuk penempatan siswa, dan untuk tes sumatif.

2.    Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan patokan (PAP) lebih ditujukan kepada penguasaan materi pelajaran, bukan pada kedudukan siswa di dalam kelas. PAP berusaha mengukur tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Siswa yang tidak mencapai tujuan yang telah ditetapkan berarti gagal, atau materi pelajaran yang diberikan belum berhasil dikuasainya.
PAP biasanya digunakan dalam tes formatif atau dignostik. Sangat baik digunakan oleh guru saat berlangsung nya proses pengajaran. Dengan system penilaian PAP, guru dapat mengambil keputusan tindakan pelajaran, apakah harus diulang kembali atau diteruskan. Kalo harus mengulang, bagian mana yang harus diulang.
Jadi, PAP merupakan penilaian yang ditujukan untuk mengetahui sudah atau belumnya siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Kemampuan apa yang sudah dan kemampuan apa yang belum dikuasai siswa setelah mereka menyelesaikan materi pelajaran.

















KESIMPULAN
Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan membandingkan  hasilnya dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Tahap evaluasi ini dilakukan untuk  menilai pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan.
Umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting artinya bagi siswa selama proses belajarnya. Untuk mendapatkan umpan balik secara lebih sempurna, maka guru dapat melakukan beberapa teknik, antara lain: Menggunakan Alat Bantu yang Tepat, Memilih Bentuk Motivasi yang Baik, Penggunaan Metode yang Bervariasi.













DAFTAR PUSTAKA
Jihad, Asep dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo
Oemar Hamalik, 1992. Psikologi Belajar. Bandung: Sinar baru
Sobry Sutikno, M. 2008. Belajar dan Pembelajaran; Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil. Bandung: Prosfect


Tidak ada komentar: